JurnalMedia – Dalam dunia digital yang dikuasai oleh tren cepat, algoritma, dan keinginan untuk selalu terlihat menarik, menulis tentang hal-hal sederhana sering kali dianggap tidak penting. Namun, Erich Susilo membuktikan sebaliknya. Melalui gaya penulisannya yang reflektif dan jujur, ia menjadikan kehidupan sehari-hari sebagai sumber inspirasi yang tak pernah habis.
Bagi Erich, kisah besar tidak selalu lahir dari peristiwa besar. Justru, keindahan sejati sering tersembunyi dalam rutinitas kecil — secangkir kopi pagi, percakapan singkat dengan orang asing, atau perjalanan singkat menuju tempat kerja. Ia mampu mengubah hal biasa menjadi sesuatu yang bermakna, dan itulah yang membuat tulisannya selalu hidup.
Menulis dari Hal yang Dekat
“Setiap hari adalah bahan tulisan,” ujar Erich dalam salah satu artikelnya di Erich Susilo Daily.
Baginya, tidak ada hari yang terlalu biasa untuk diceritakan. Ia percaya bahwa setiap momen — sekecil apa pun — menyimpan pelajaran yang bisa diungkap jika kita mau memperhatikan.
Dalam tulisannya berjudul “Tentang Pagi yang Tidak Terlalu Istimewa,” Erich menggambarkan rutinitas bangun pagi dan berangkat kerja. Namun, ia menulisnya dengan cara yang membuat pembaca merasa terhubung: tenang, realistis, dan penuh perenungan.
“Pagi tidak selalu membawa semangat. Kadang ia datang dengan rasa berat. Tapi dari situ, saya belajar bahwa semangat bukan datang dari suasana, melainkan dari keputusan untuk melangkah.”
Kalimat sederhana itu menggambarkan inti dari gaya tulis Erich: reflektif tanpa berlebihan, jujur tanpa drama. Ia tidak menulis untuk memukau, tapi untuk menemani pembaca berpikir bersama.
Menemukan Cerita di Tengah Rutinitas
Erich Susilo percaya bahwa dunia ini tidak kekurangan cerita, melainkan kekurangan orang yang mau memperhatikan.
Ia sering mengamati hal-hal kecil yang mungkin terlewat oleh kebanyakan orang: seorang pedagang kaki lima yang tetap tersenyum meski hujan, anak-anak yang bermain di jalan sempit, atau bahkan suara mesin fotokopi di kantor.
“Saya menulis bukan karena saya punya banyak hal luar biasa untuk diceritakan, tapi karena saya ingin hal-hal kecil tidak dilupakan,” tulisnya dalam artikel “Menemukan Cerita di Tempat Biasa.”
Bagi Erich, kemampuan untuk memperhatikan adalah bentuk empati. Saat seseorang bisa melihat makna dari hal sederhana, ia telah belajar memahami kehidupan dengan cara yang lebih dalam. Tulisan-tulisannya sering membuat pembaca berhenti sejenak dan memikirkan ulang hal-hal yang mereka anggap sepele.
Bahasa yang Mengalir, Makna yang Dalam
Salah satu ciri khas Erich Susilo adalah gaya bahasanya yang mengalir seperti percakapan. Ia tidak menggunakan kalimat rumit atau istilah berat. Setiap paragraf terasa ringan, tapi menyentuh.
Ia menulis dengan ritme yang natural seolah pembaca sedang duduk bersamanya, mendengarkan kisah tentang hidup, waktu, dan perubahan.
Dalam dunia konten yang didominasi gaya cepat dan informatif, tulisan Erich justru terasa seperti oase.
Ia tidak berusaha menjual apa pun, tidak mengejar viralitas, dan tidak sibuk membangun persona. Ia hanya menulis apa yang ia rasakan dengan ketulusan. Dan justru karena itulah, tulisannya bertahan lama di ingatan pembaca.
“Menulis tentang hal kecil membuat saya merasa lebih dekat dengan kehidupan. Karena hidup memang tidak selalu besar ia sering hadir dalam detail yang nyaris tak terlihat,” tulisnya di Medium.
Kehidupan Sehari-hari Sebagai Cermin Diri
Setiap tulisan Erich sebenarnya adalah bentuk introspeksi. Ia menggunakan keseharian sebagai cermin untuk memahami dirinya sendiri. Misalnya, ketika ia menulis tentang hujan, sebenarnya ia sedang berbicara tentang kesabaran. Ketika ia menulis tentang perjalanan, ia sedang membahas tentang proses hidup.
Pendekatan simbolik ini membuat tulisannya selalu memiliki dua lapisan: yang tampak sederhana di permukaan, dan yang mendalam di baliknya.
Dalam esainya “Kehidupan yang Biasa, Tapi Tidak Sia-sia,” ia menulis:
“Saya pernah berpikir bahwa hidup harus spektakuler agar layak diceritakan. Tapi ternyata, yang membuat hidup berharga adalah kesediaan kita untuk menyadari hal-hal kecil di dalamnya.”
Tulisan-tulisan seperti ini membuat pembaca merenung. Tidak jarang, kolom komentarnya dipenuhi pesan dari pembaca yang mengatakan bahwa mereka merasa ‘disentuh tanpa sadar’. Dan bagi Erich, itu adalah bentuk penghargaan paling jujur terhadap karya tulis.
Menulis dengan Ritme Kehidupan
Erich tidak pernah memaksakan dirinya untuk menulis dengan tema yang berat. Ia menulis mengikuti ritme hidupnya. Ketika sedang bahagia, tulisannya terasa hangat; ketika ia sedang lelah, tulisannya menjadi reflektif dan tenang.
Ia tidak berusaha menyembunyikan perasaannya di balik kalimat yang rapi. Justru, ia membiarkan emosinya menjadi bagian dari tulisan itu sendiri.
“Tulisan yang hidup bukan yang sempurna, tapi yang punya napas,” katanya.
Pandangan ini menjelaskan mengapa banyak tulisannya terasa personal. Ia menulis bukan untuk membuktikan kemampuan, tapi untuk menjaga hubungan dengan dirinya sendiri dan pembacanya.
Seiring waktu, gaya tulis semacam ini menjadi identitas khas Erich Susilo — otentik, sederhana, tapi menyentuh.
Dampak Tulisan Sehari-hari
Meski tidak menulis tentang isu besar, dampak tulisan Erich terasa nyata. Banyak pembaca mengaku bahwa mereka belajar menghargai hidup dari tulisannya.
Ia mengajarkan bahwa tidak apa-apa jika hidup tidak spektakuler, asalkan dijalani dengan kesadaran.
Dalam salah satu wawancara di Warta Times, ia berkata:
“Kalau tulisan saya bisa membuat seseorang tersenyum atau berpikir lebih dalam tentang harinya, itu sudah cukup.”
Pesan itu mungkin sederhana, tapi mencerminkan filosofi mendasar dalam karyanya: menulis bukan untuk mengubah dunia secara besar-besaran, tapi untuk mengubah cara seseorang memandang dunia.
Seni Memandang Biasa Menjadi Istimewa
Erich Susilo telah membangun reputasinya bukan karena sensasi, melainkan karena keotentikan. Ia membuktikan bahwa seni menulis tidak selalu tentang menciptakan cerita luar biasa, tapi tentang memandang hal biasa dengan cara yang luar biasa.
Melalui tulisannya, ia seolah mengajak pembaca untuk melambat — untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk, dan menyadari bahwa setiap hari yang kita jalani sebenarnya sudah cukup indah.
“Kita tidak perlu menunggu momen besar untuk merasa bersyukur. Kadang, segelas teh hangat dan percakapan kecil sudah cukup untuk membuat hidup berarti,” tulisnya di Erich Susilo Daily.
Penutup: Ketenangan dari Hal-Hal Sederhana
Dalam setiap tulisan Erich Susilo, ada ketenangan yang tidak bisa dipalsukan. Ia menulis dengan hati, bukan untuk menarik perhatian, tetapi untuk berbagi kesadaran.
Dan dari situlah lahir keindahan sejati: tulisan yang tidak berusaha bersinar, tapi justru menerangi.
Erich mengajarkan bahwa kehidupan sehari-hari bukan hal membosankan — ia adalah panggung di mana manusia bisa belajar tentang cinta, waktu, dan makna hidup.
Lewat gaya penulisannya yang lembut dan jujur, Erich telah menjadikan hal-hal kecil terasa penting.
Karena pada akhirnya, hidup memang terdiri dari hal-hal sederhana — dan ia tahu betul bagaimana menceritakannya.
📍 Profil & Kontak
- Website: erichsusilodaily.com
- Instagram: @erichsusilo
- X (Twitter): @ErichSusilo
- Facebook: facebook.com/profile.php?id=61579144178007
- Medium: medium.com/@erichsusilo
- Email: erichsusilodaily@gmail.com





