JURNALMEDIA.ID – Sungguh ironis, ketika pembangunan infrastruktur yang seharusnya memberikan kemanfaatan, justru malah berdampak negatif pada lingkungan.
Masalah lingkungan masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemprov Jabar. Mulai dari Kawasan di Bandung Utara (KBU) yang harus ditata, hingga persoalan lingkungan lainnya. Hal itu disorot pula oleh Pelija Foundation. Faktor bencana seperti banjir yang selalu terjadi di Kota Bandung saat hujan mengguyur, merupakan salah satu dampak dari KBU yang belum dikelola dengan baik, tutur MQ Iswara, Direktur Eksekutif Pelija Foundation.
Permasalahan lingkungan saat ini tidak dapat terlepas dari sistem hidup yang sedang diterapkan, yakni sekulerisme kapitalisme, yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, negara-negara kapitalis menggenjot produksi yang berimbas buruk kepada lingkungan.
Spirit kapitalisme yang mengedepankan pencapaian pada keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya, mendorong industri mengurangi biaya dan menekan perusahaan supaya memilih proses yang lebih murah.
Akibatnya, perusahaan membuat keputusan jangka pendek yang membantu industri mereka untuk bisa bertahan, meskipun membahayakan masyarakat dan lingkungan. Tidak heran jika banyak industri yang kemudian melakukan eksploitasi alam tanpa penanganan limbah yang bertanggung jawab dengan ekstraksi yang tidak berkelanjutan.
Selain itu, produk undang-undang yang lahir dari para pemangku kebijakan yang transaksional dengan dukungan para pengusaha menjadikan aturan yang lahir, rawan dengan pesanan dari para oligarki atau kapitalis. Terlebih ketika penguasanya merangkap sebagai pengusaha.
Akhirnya, muncullah aturan yang pro oligarki atau kapitalis, mengesampingkan faktor lingkungan dengan alasan pencapaian kapital. Contohnya UU Cipta Kerja dan UU Minerba yang dianggap YLBHI telah melegalkan dan mempercepat kerusakan lingkungan.
Pandangan Islam
Sistem Islam menjadikan pembangunan infrastruktur dibangun atas paradigma yang jauh berbeda dengan sistem kapitalisme.
Pertama, pengelolaan dan penyediaan infrastruktur publik adalah tanggung jawab negara. Berdasarkan sabda Rasulullah saw, bahwa pemimpin adalah pengurus (rain) dan ia bertanggung jawab pada rakyatnya.” (HR Bukhari).
Pelayanan untuk memberikan kemaslahatan umum bagi rakyat, bukan malah melayani kepentingan para oligarki. Regulasinya pun ditetapkan sesuai dengan hukum syarak.
Kedua, konsep pembangunan infrastruktur publik berada di bawah tanggung jawab pemimpin negara, yang memprioritaskan kemaslahatan masyarakat. Ditopang penerapan dengan sistem ekonomi Islam, yang memiliki sumber pendanaan yang ditetapkan hukum syarak. Yakni dari harta milik umum yang dikelola negara, fai, kharaj, ganimah, jizyah, harta zakat, infak, wakaf, dan lain-lain.
Ketiga, pembangunan infrastruktur demi mewujudkan visi penciptaan manusia. Yakni sebagai wakil atau pemimpin di bumi untuk memakmurkan bumi, didasarkan QS Hud: 61 dan QS Al-Baqarah: 30.
Keempat, pembangunan infrastruktur publik dalam pelaksanaannya akan melibatkan para tenaga ahli, dibangun sesuai tata ruang kota yang sudah direncanakan dengan matang yang memperhatikan berbagai aspek untuk kemaslahatan manusia.
Kelima, sistem pendidikan bedasarkan akidah Islam yang diterapkan negara dan dukungan masyarakat yang bertakwa, menjadikan masyarakat turut bertindak sebagai pihak pengontrol untuk melakukan introspeksi (muhasabah) kepada penguasa. Masyarakat juga akan menjadi pihak yang melakukan penjagaan dan kontrol terhadap infrastruktur yang telah dibangun.
Khatimah
Penjagaan dan penyelamatan terhadap lingkungan ini tidak dapat dilakukan secara parsial, harus secara sistemik dan perlu penyelesaian yang integratif berdasarkan ketakwaan demi terwujudnya keberlanjutan lingkungan yang lestari. Dengan penerapan aturan Islam secara komprehensif, maka Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam bisa dirasakan secara menyeluruh.
Penulis : Oleh: Ummu Fahhala
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)