Scroll to Continue
Berita

Kenangan Mei 98 Indonesia Tonggak Sejarah Demokrasi

×

Kenangan Mei 98 Indonesia Tonggak Sejarah Demokrasi

Sebarkan artikel ini
keterangan: Syamsul Ma'arif atau biasa disapa Sulenk Abdi Sagara salah satu mantan pentolan aktivis mahasiswa di Kabupaten Pangandaran

Gerakan reformasi memang belum sempurna tapi pelan-pelan buah reformasi mulai tumbuh dan dinikmati banyak orang termasuk mereka yang menolak reformasi.

Generasi yang bergerak pada reformasi 1998 berbeda dengan generasi 1966.

Advertisement
Advertisement

“Atas perbedaan itu jadi anekdot antara generasi disayang dan dibuang,” paparnya.

Pelaku gerakan tahun 1966 hanya menggelar aksi dalam rentang waktu 60 hingga 90 hari, namun mereka menikmati jabatan dan kekuasaan selama 33 tahun.

Berbeda dengan pelaku gerakan reformasi 1998 yang tidak memiliki hak istimewa seperti pelaku 1966.

Kekuatan pelaku 1998 embrionya dimulai sejak 1996 dan mulai reda di tahun 2000.

“Aktivis 1966 mendapat dukungan militer sedangkan aktivis 1998 di represi oleh militer,” sambungnya.

Baca juga:  Sambut Natal dan Tahun Baru, Satgas Pamtas RI-MLY Yonarmed 5/105 Tarik/PG Lakukan Pengecetan di Gereja GK II

Aktivis 1966 meninggal 2 orang, sedangkan aktivis 1998 meninggal lebih dari 30 orang.

Aktivis 1966 meninggal 2 orang dan keduanya diberi gelar pahlawan lalu diabadikan jadi nama jalan.

Aktivis 1998 dari 30 lebih yang meninggal tidak satupun di berikan gelar pahlawan dan tidak ada yang diabadikan menjadi nama jalan.

Aktivis 1966 beberapa bulan setelah Soeharto dilantik diangkat sebagian jadi anggota DPR tanpa melalui Pemilu.

Aktivis 1998 sampai hari ini tidak ada yang diangkat secara istimewa jadi anggota DPR tanpa Pemilu.

Aktivis 1966 setiap periode pemerintahan Orde Baru selama 33 tahun selalu ada yang diangkat jadi Menteri sebagai representasi ide yang diperjuangkan generasinya.

Baca juga:  H+3 Lebaran 2024, Arus Lalu Lintas Menuju Objek Wisata Pangandaran Terpantau Padat Merayap

Perlu kita sadari bersama bahwa perbandingan dua generasi dengan segala kekurangan, kelemahan dan kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses sejarah itu sendiri.

“Semua pilihan punya harga masing-masing, harga yang harus dibayar entah sekarang bahkan entah kapan,” pungkasnya.