BANJAR, JURNALMEDIA.ID – Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Banjar Tahun Anggaran 2023 masih defisit Rp 48 miliar. Hal tersebut kini menjadi perbincangan dari berbagai kalangan.
Pemerintah Kota baik Eksekutif maupun legislatif menjadi sosok utama yang dipersalahkan dan dipertanyakan kinerjanya.
Ketua GMNI Kota Banjar, Kresty Amelania Putri menyebutkan, kondisi keuangan daerah yang tidak sehat ini jelas batu sandungan bagi akselerasi pembangunan ditengah fiskal daerah yang terbatas.
“Sokongan dana begitu besar yang bersumber dari APBD itu dapat berbalik menjadi beban pada penyelenggaraan APBD 2024 dan kedepannya apabila pemerintah tidak mempersiapkan berbagai skema penerimaan daerah sedari sekarang akan berdampak Multiplier Effect (Efek Berganda),” ujarnya.
Menurut dia, dengann melalui program-program yang benar-benar dapat berkesinambungan dan puncaknya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kota Banjar.
“Bukan hanya sebatas jargon yang disampaikan secara berbusa-busa di mimbar-mimbar politik maupun diberbagai acara seremonial pemerintahan dan ruang publik,” cetusnya.
Dia mengatakan, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Sesuai pasal 6 dan pasal 7 menunjukkan bahwa sebenarnya defisit APBD Kota Banjar tahun 2023 ini dapat diantisipasi pemerintah, yakni melalui Sekretaris Daerah (Sekda) selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah bersama Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) secara berkelanjutan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan belanja masing-masing perangkat daerah baik yang bersumber dari APBD maupun Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Begitupun juga dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam menyusun RKPD, setelah sebelumnya didahului pelaksanaan Musrenbang secara bertingkat, maka harus bisa memastikan keselarasan antara program prioritas dengan kemampuan fiskal daerah yang kemudian tercermin di dalam plafon anggaran yang diperuntukkan bagi seluruh perangkat daerah yang ada di Kota Banjar,” bebernya.
Kresty memandang, implementasi visi-misi dan janji politik Kepala Daerah dalam hal ini Wali Kota Banjar acapkali berkehendak untuk terlihat populer dan terkesan memaksakan, dan tanpa terlebih dahulu dimatangkan dengan kajian yang memadai berkaitan dengan dukungan fiskal daerah dan regulasi yang menyertainya.
“Belum lagi, Kepala Daerah Kota Banjar saat ini memasuki akhir masa jabatannya. Hal ini menunjukan kemampuan pemerintah Kota Banjar dalam mendapatkan suntikan dana dari pemerintah pusat melalui berbagai skema program pembangunan yang masih tergolong rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya,” ucap Kresty.
Menurut Kresty, fakta bahwa defisit anggaran Kota Banjar saat ini sudah didepan muka. Solusi dengan berbagai skema beserta masing-masing konsekuensi yang menyertainya harus dikaji matang-matang oleh Pemerintah Kota Banjar.
“Perlu adanya kajian ulang terkait sumber penerimaan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH). Efisiensi anggaran dan penundaan belanja perangkat daerah yang (katanya) tidak prioritas guna menutup defisit APBD 2023. Kemudian kedepan Tim Pengelola Keuangan Daerah (TAPD) agar melakukan pembahasan mendalam terhadap keseluruhan program dan kegiatan yang dibiayai APBD agar dalam pelaksanaannya tidak saja terealisasi sesuai target, baik fisik maupun keuangan, tapi yang tak kalah pentingnya adalah output atau outcome yang benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai penerima manfaat APBD,” terangnya.
Dia menambahkan, Eksekutif maupun Legislatif harus benar-benar serius mengatasi keuangan yang defisit ini, serta menggaransi agar pelaksanaan di lapangan benar-benar transparan dan akuntabel.
“Hal tersebut agar jangan sampai menjadi bahan bancakan bagi segelintir orang yang terhubung dengan kekuasaan demi meraup keuntungan yang bersumber dari APBD. Perketat pengawasan terhadap seluruh tahapan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBD Kota Banjar,” pungkasnya.
Penulis: Ucup Lesmana