BANJAR. JurnalMedia – Mantan Anggota DPRD Kota Banjar, Jawa Barat, Soedrajat Argadiredja, angkat bicara usai diperiksa penyidik Kejaksaan Negeri Banjar terkait dugaan korupsi tunjangan rumah dinas dan transportasi dalam anggaran Sekretariat DPRD Kota Banjar tahun 2017–2021.
Dalam keterangannya kepada awak media, Rabu (28/5/2025), Soedrajat menyampaikan bahwa dirinya telah dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara yang menyeret mantan Sekretaris Dewan (Sekwan), berinisial R.
“Hari Senin kemarin saya dimintai keterangan oleh penyidik Kejari Banjar untuk tersangka R. Saya menjelaskan secara normatif, sesuai dengan tugas dan fungsi saat masih menjadi anggota DPRD,” ujarnya.
Soedrajat juga menjelaskan bahwa dirinya siap mengembalikan dana tunjangan yang dinilai merugikan keuangan negara, namun dengan catatan bahwa pengembalian itu harus berdasarkan putusan hukum tetap dari pengadilan.
“Kalau memang dinyatakan ada kesalahan dan inkrah, kami siap kembalikan. Tapi harus jelas dulu kesalahannya apa dan mengapa kami yang dikenakan, sementara yang membuat aturan tidak,” tegasnya.
Soedrajat mengungkapkan keberatannya terhadap jumlah pengembalian yang diminta, lantaran mengacu pada Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 66 Tahun 2018, padahal masa jabatannya telah berakhir pada September 2018, sementara Perwal tersebut baru terbit pada Desember 2018.
“Tidak logis kalau saya diberlakukan aturan yang baru keluar setelah saya berhenti. Saya berhenti di bulan September, Perwal-nya keluar bulan Desember. Jadi, tidak seharusnya saya dikenai aturan itu,” jelasnya.
Selain itu, perhitungan kerugian negara yang diminta juga dianggap tidak sesuai dengan kalkulasi berdasarkan peraturan yang berlaku saat ia masih menjabat.
Soedrajat juga menyesalkan tidak adanya penjelasan rinci dari penyidik Kejaksaan terkait perhitungan nilai kerugian negara. Ia kemudian mencoba meminta penjelasan dari Inspektorat Daerah Kota Banjar, namun informasi yang didapatkannya juga tidak sesuai.
“Inspektorat tidak bisa menjelaskan ketidaksesuaian data. Katanya, data itu juga mereka terima dari Sekwan. Jadi seperti saling lempar tanggung jawab,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Soedrajat menyoroti keberadaan Perwal Nomor 5a Tahun 2017, yang menurutnya bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017. Dalam Perwal tersebut, tunjangan perumahan mencakup biaya listrik, telepon, internet, dan air, sementara dalam PP, biaya tersebut tidak termasuk.
Menurutnya, setelah terbitnya PP, DPRD Kota Banjar telah menindaklanjutinya dengan membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2017. Namun pihak eksekutif tidak segera membuat Perwal baru sebagai regulasi turunan.
“Terjadi kekosongan hukum hingga akhirnya Perwal baru keluar bulan Desember 2018. Inilah yang kami sebut sebagai bentuk kelalaian yang membuat kami merasa menjadi korban,” pungkasnya. (Ucup)