JURNALMEDIA.ID – Timbul keresahan pada ribuan guru honorer karena tergeser dari posisi mereka dan terpaksa mencari tempat baru untuk mengajar, setelah terjadi kekacauan dalam penempatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hal ini mengundang reaksi keras dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Kepala Bidang Advokasi Guru P2G mengungkapkan bahwa praktik geser menggeser diantara guru honorer dan guru dengan prioritas satu, seharusnya tidak perlu terjadi, jika Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat memiliki perencanaan yang lebih baik.
Ketidakpastian keberadaan dan kesejahteraan guru menjadi salah satu masalah dalam dunia pendidikan. Di tengah kesulitan mendapatkan pekerjaan, profesi guru seolah menjadi harapan mendapatkan penghasilan. Faktanya guru cukup dilabeli dengan “pahlawan tanpa tanda jasa”, kurang mendapatkan perhatian untuk bisa mengoptimalkan potensinya dalam mendidik generasi penerus bangsa.
Gaji guru honorer masih banyak yang berada di bawah UMR. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, mereka harus berjibaku dengan gaji seadanya. Bahkan banyak pula yang mengalami kesulitan hidup, karena besar pasak daripada tiang. Jadinya mereka mencari tambahan di tempat lain, misalnya menjadi supir ojol, pedagang dan sebagainya.
Kondisi semacam ini memperlihatkan bahwa negara telah gagal dalam menjamin kesejahteraan guru. Padahal kewajibannya sama bahkan bisa jadi memiliki beban jam mengajar lebih banyak dari guru ASN. Perbedaan gaji ini dikarenakan perbedaan status semata.
Walhasil, kegagalan dalam menyejahterakan guru sebagai pemilik ilmu yang telah mendidik calon pemimpin bangsa merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Sehingga guru dipandang sekadar profesi, bahkan “disamakan dengan barang” yang akan diprogramkan masuk dalam marketplace. Materialisme dijadikan sebagai acuan dalam sistem kapitalisme, sehingga yang dijunjung tinggi dan dihormati adalah mereka yang punya kedudukan dan uang, bukan pemilik ilmu dan yang mengajarkannya.
Anggaran pendidikan yang masih terbatas, karena pendapatan negara dari pos pengelolaan SDA hilang akibat perpaduan materialisme dengan liberalisme. Keuangan dari pos tersebut justru masuk ke kantong para kapitalis atau oligarki, sedangkan pendapatan utama negara hanya mengandalkan dari pajak. Jadilah anggaran negara terbatas dalam pendidikan, khususnya mengapresiasi profesi seorang guru.
Penghargaan Dalam Islam
Islam sebagai agama wahyu dari Allah Swt, memiliki sistem kehidupan yang sempurna dan sangat menghormati ilmu. Islam mengatur adab belajar mengajar, antara seorang murid dan gurunya. Islam tidak memandang profesi ini sebatas pekerjaan semata, melainkan mereka berperan sebagai pencetak generasi pemimpin masa depan sehingga sangat dimuliakan dan wajib dihormati.
Untuk memberikan penghargaan yang besar, sekaligus agar para guru bisa fokus mendidik calon pemimpin bangsa, Islam mewajibkan negara memberikan kesejahteraan pada para pendidik. Seperti pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, seorang guru digaji hingga 15 dinar/bulan (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika harga emas saat ini, 1 gram emas adalah Rp.1.308.000, maka gaji guru Rp.83,385 juta tiap bulannya, tentu akan menyejahterakan.
Kekhalifahan Abbasiyah pun tidak jauh berbeda. Gaji guru kala itu mencapai 1.000 dinar/tahun atau setara 4.250 gram emas atau setara dengan Rp. 5.559.000.000 sungguh fantastis. Khalifah juga memberikan gaji dua kali lipat bagi mereka yang mengajarkan Al-Qur’an. Bahkan, ketika ilmuwan atau pengajar menghasilkan karya tulis atau buku, mereka akan mendapatkan hadiah dinar atau emas dari khalifah seberat buku tersebut. Ini menjadi bukti bahwa Islam sangat menghargai ilmu, orang yang berilmu dan yang mengajarkannya.
Dengan nominal tersebut, para pengajar akan fokus mendidik dan mengembangkan ilmunya, tanpa perlu lagi mencari pekerjaan sampingan, apalagi negara telah mencukupi semua kebutuhan pokok rakyatnya, seperti pendidikan dan kesehatan yang murah bahkan gratis.
Bagaimana negara bisa menggaji para pengajar dengan nominal sebesar itu? dalam hal ini, Islam punya konsep tersendiri dalam mengelola keuangan, yakni melalui Baitulmal. Pos pemasukan Baitulmal sudah ditetapkan hukum syara, diantaranya berasal dari fai, ganimah, jizyah, kharaj, dan pengelolaan seluruh sumber daya alam. Semua pemasukan tersebut akan dikelola oleh negara dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, termasuk gaji para guru.
Dukungan penuh negara akan menjadikan guru hidup sejahtera. Negara juga aman karena para generasi calon pemimpin bangsa akan dididik dengan sungguh-sungguh dan berkualitas, sehingga out put pendidikan Islam memiliki keahlian dalam IPTEK dan berkepribadian Islam, yaitu terdiri dari pola pikir dan sikap Islam. Ketika sudah lulus, mereka akan mempraktikkan ilmunya supaya bermanfaat di tengah masyarakat, bukan sekadar cari uang.
Jadi, hanya sistem Islam yang akan membuat guru dan para pendidik lainnya tenang dan sejahtera. Islam telah memberikan penghargaan setimpal dengan perannya, sehingga mereka tidak akan mengalami dilema lagi.
Penulis : Oleh: Ummu Fahhala
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)