Perubahan sistem pileg juga tidak tepat jika dilakukan sekarang ketika semua partai termasuk Demokrat sudah melakukan penjaringan Bakal Calon Legislatif (Bacaleg). Bahkan kata Anjar, Bacaleg saat ini sudah membangun komunikasi langsung kepada masyarakat.
“Jika perubahan sistem terjadi maka hubungan antara Bacaleg dan masyarakat akan terhenti, maka akan terjadi Demokrasi tidak sehat dan tidak seimbang,” ucap dia.
Kemudian Ia menambahkan, proporsional tertutup memang menawarkan kesederhanaan pilihan bagi pemilih serta kemudahan konsolidasi dan internalisasi ideologi bagi partai.
Namun, bila tidak dikelola baik maka berpotensi menimbulkan kediktatoran partai dan oligarki partai yakni kandidat terpilih sebagian besar adalah elite atau pimpinan partai.
“Kemudian juga beberapa kandidat yg memiliki modal finansial untuk membayar posisi tertinggi dalam nomor urut daftar caleg,” kata dia.
Selain itu kerugian dari proporsional tertutup adalah jual beli nomor urut caleg, disertai perilaku elite partai yg sarat kolusi dan nepotis membuat kepercayaan publik terhadap partai sangatlah buruk.
“Saya berharap pemerintah tidak mengubah aturan sistem pemilu terbuka menjadi tertutup, apalagi jika lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya,” kata dia.
Sebelumnya Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari mengeluarkan pernyataan terkait kemungkinan Pemilu 2024 bakal memakai sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional dimaksud ialah masyarakat akan memilih partai bukan calon anggota legislatif (caleg).
Hasyim mengatakan, sistem tersebut tidak menutup kemungkinan kembali diterapkan pada Pemilu 2024 mendatang.
“Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup,” ujar Hasyim. (dry)