Scroll to Continue
Berita

Demokrasi Deliberatif dan Pilkada Pangandaran 2024: Menuju Ruang Publik yang Inklusif

×

Demokrasi Deliberatif dan Pilkada Pangandaran 2024: Menuju Ruang Publik yang Inklusif

Sebarkan artikel ini
Demokrasi Deliberatif dan Pilkada Pangandaran 2024: Menuju Ruang Publik yang Inklusif

JURNALMEDIA.ID –  Dalam panorama politik kontemporer, demokrasi seringkali dipandang sebagai simbol kebebasan dan keadilan. Namun, pandangan ini sering kali terhenti pada level formalitas, tanpa memperhatikan substansi interaksi publik yang sebenarnya.

Pendekatan yang berbeda muncul dari pemikiran kritis Jurgen Habermas, seorang filsuf Jerman yang terkenal dengan teorinya tentang “demokrasi deliberatif”. Habermas memandang demokrasi bukan hanya sebagai proses pemilihan, tetapi juga sebagai arena di mana setiap individu dapat berpartisipasi dalam diskusi yang rasional dan bebas.

Advertisement
Advertisement

Dalam konteks Pilkada Pangandaran tahun 2024, penting bagi kita untuk meninjau lebih jauh konsep demokrasi deliberatif ini dan bagaimana dapat menciptakan ruang publik yang inklusif.

Pilkada, sebagai salah satu institusi demokratis utama di Indonesia, menarik perhatian besar tidak hanya sebagai proses pemilihan pemimpin, tetapi juga sebagai cerminan kualitas demokrasi lokal.

Menurut Habermas, esensi dari demokrasi bukan hanya terletak pada hasil akhir suatu keputusan, melainkan pada proses diskusi publik yang menghasilkannya. Dalam konteks Pilkada Pangandaran, kita perlu mengevaluasi sejauh mana partisipasi warga dalam proses pembentukan opini publik dan pengambilan keputusan politik.

Pertama-tama, kita harus mengakui bahwa ruang publik yang inklusif adalah prasyarat bagi demokrasi deliberatif yang sehat. Hal ini mencakup akses yang merata terhadap informasi politik, kesempatan untuk berpartisipasi dalam diskusi publik, dan adanya kebebasan berpendapat tanpa adanya tekanan atau diskriminasi. Meski begitu, terkadang realitas di lapangan sering kali menunjukkan adanya hambatan-hambatan yang menghalangi terciptanya ruang publik yang inklusif.

Baca juga:  Hadiri Banjar PP Expo, Kapolres Banjar Sampaikan Pesan Damai Untuk Warga Masyarakat Kota Banjar.

Misalnya, terdapat ketidakmerataan akses informasi politik di kalangan masyarakat, baik karena keterbatasan infrastruktur maupun karena dominasi narasi politik oleh elit lokal. Hal ini mengakibatkan sebagian besar warga kurang mendapat pemahaman yang memadai tentang calon-calon yang bertarung dalam Pilkada. Di samping itu, adanya intimidasi atau tekanan politik terhadap warga yang berpendapat berbeda juga dapat menghambat terciptanya ruang publik yang bebas dan terbuka.

Dalam konteks ini, peran media massa dan organisasi masyarakat sipil sangatlah penting dalam memperluas ruang publik yang inklusif. Menurut Hubermas media massa memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik, sehingga mereka memiliki tanggung jawab moral untuk menyajikan informasi yang objektif dan menyelenggarakan diskusi yang beragam. Selain itu, organisasi masyarakat sipil dapat berperan sebagai mediator antara warga dan pemerintah, sehingga kepentingan masyarakat lebih terwakili dalam proses pengambilan keputusan.

Namun, perlu diakui bahwa upaya untuk menciptakan ruang publik yang inklusif tidak akan mudah. Selain menghadapi hambatan struktural, seperti ketidakmerataan akses informasi, kita juga harus mengatasi tantangan budaya politik yang memprioritaskan kepentingan sempit kelompok tertentu di atas kepentingan umum. Hal ini menuntut adanya perubahan paradigma dari semua pihak yang terlibat dalam proses politik, termasuk para pemimpin, elit politik lokal, juga masyarakat umum.

Baca juga:  Kapal Sinabung, Kapal Yang Paling Panjang Rutenya

Dalam konteks Pilkada Pangandaran, para pemimpin dan calon pemimpin perlu menyadari bahwa mereka bukan hanya mewakili kepentingan kelompok tertentu, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan kepentingan seluruh masyarakat. Mereka harus membuka diri terhadap masukan dan kritik dari berbagai pihak, serta bersedia untuk berdialog secara terbuka dengan warga. Di samping itu, masyarakat Pangandaran juga perlu mengembangkan kesadaran politik yang lebih tinggi, sehingga mereka dapat menjadi agen perubahan yang aktif dalam memperjuangkan kepentingan bersama.

Pilkada Pangandaran tahun 2024 bukanlah sekadar ajang pemilihan pemimpin, tetapi juga ujian bagi kualitas demokrasi lokal. Dengan mengadopsi pendekatan demokrasi deliberatif, kita dapat mengubah dinamika politik menjadi lebih inklusif dan partisipatif. Hal ini menuntut partisipasi aktif dari setiap individu, organisasi masyarakat sipil, pemerintah serta elit politik lokal dalam menciptakan ruang publik yang bebas, terbuka, dan inklusif.

Mari bersama-sama membangun budaya politik yang menghargai pluralitas, dialog, dan keadilan, sehingga Pilkada Pangandaran menjadi contoh bagi daerah lain dalam mewujudkan demokrasi yang sejati.