JURNALMEDIA.ID – Apakah Benar Soekarno Punya 57 Ton Emas di Bank Swiss? Ini Fakta Sejarahnya. Salah satu isu yang sering muncul di media sosial dan percakapan publik adalah tentang keberadaan emas batangan seberat 57 ton yang konon milik Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, dan tersimpan di salah satu bank di Swiss. Isu ini bahkan sempat menjadi bahan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2016, yang mengklaim bahwa emas tersebut merupakan harta negara yang harus dikembalikan ke Indonesia.
Namun, apakah benar Soekarno memiliki emas sebanyak itu? Dan bagaimana sejarahnya? Berikut adalah fakta-fakta yang kami rangkum dari berbagai sumber terpercaya.
Soekarno Hidup dalam Kesulitan Ekonomi
Menurut sejarawan Asvi Warman Adam, yang dikutip oleh situs CNBC Indonesia, tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Soekarno memiliki emas sebanyak 57 ton. Bahkan, Soekarno hidup dalam kesulitan ekonomi selama menjadi presiden. Ia tidak memiliki gaji tetap, dan hanya mengandalkan sumbangan dari para pendukungnya.
Asvi juga mengatakan bahwa Soekarno tidak pernah melakukan perjalanan ke Swiss selama masa jabatannya. Ia hanya pernah mengunjungi beberapa negara Eropa, seperti Belanda, Jerman, Prancis, dan Inggris, pada tahun 1956. Pada saat itu, ia tidak membawa emas, melainkan hanya membawa uang tunai sebesar 100 ribu dolar AS, yang digunakan untuk keperluan protokoler.
Selain itu, menurut Asvi, tidak mungkin Soekarno menyimpan emas di bank asing, karena ia adalah seorang nasionalis yang anti-imperialisme. Ia juga tidak percaya dengan sistem keuangan internasional yang didominasi oleh negara-negara Barat. Ia bahkan pernah mengusulkan untuk menciptakan mata uang baru yang disebut “ORO”, yang berbasis emas, sebagai alternatif dari dolar AS.
Asal-Usul Isu Emas Soekarno
Lalu, dari mana asal-usul isu emas Soekarno? Menurut Asvi, isu ini berasal dari sebuah buku yang ditulis oleh seorang penulis asal Amerika Serikat, Sterling Seagrave, yang berjudul “Gold Warriors: America’s Secret Recovery of Yamashita’s Gold” (2003). Buku ini mengklaim bahwa Soekarno memiliki emas yang berasal dari harta rampasan Jepang di Asia Tenggara selama Perang Dunia II, yang disebut sebagai “emas Yamashita”.
Buku ini juga mengklaim bahwa emas tersebut disimpan di Swiss dengan bantuan dari CIA, dan kemudian digunakan untuk mendanai operasi rahasia Amerika Serikat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Buku ini juga menyebutkan adanya sebuah dokumen yang disebut sebagai “Green Hilton Agreement”, yang merupakan perjanjian antara Soekarno dan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, untuk menggunakan emas tersebut sebagai dasar dari mata uang ORO.
Namun, menurut Asvi, buku ini tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat, dan hanya bersifat spekulatif. Ia juga menilai bahwa dokumen “Green Hilton Agreement” adalah palsu, karena tidak sesuai dengan format dan gaya bahasa yang digunakan oleh pemerintah Amerika Serikat. Ia juga menambahkan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa emas Yamashita pernah ada, apalagi dikuasai oleh Soekarno.
Mengapa Banyak Orang Percaya dan Berburu Emas Soekarno?
Meskipun tidak memiliki landasan sejarah yang valid, isu emas Soekarno tetap menarik perhatian banyak orang, terutama di Indonesia. Hal ini, menurut Asvi, disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
– Faktor psikologis, yaitu adanya keinginan untuk mengagungkan sosok Soekarno sebagai pahlawan nasional dan pemimpin karismatik, yang dianggap memiliki kekayaan dan kekuasaan yang luar biasa.
– Faktor ekonomis, yaitu adanya harapan untuk mendapatkan keuntungan dari emas Soekarno, baik secara individu maupun kolektif, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
– Faktor politis, yaitu adanya upaya untuk memanfaatkan isu emas Soekarno sebagai alat propaganda atau kampanye, baik untuk mendukung maupun menentang pemerintah yang berkuasa.
Asvi menyarankan agar masyarakat Indonesia lebih kritis dan berhati-hati dalam menyikapi isu emas Soekarno, dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak jelas sumbernya. Ia juga mengajak untuk lebih menghargai dan mempelajari sejarah Soekarno secara objektif dan ilmiah, tanpa harus mengaitkannya dengan isu emas yang tidak berdasar.