Berita

Mengungkap Paradoks Kota Layak Anak di Jawa Barat: Antara Idealisme dan Realitas

×

Mengungkap Paradoks Kota Layak Anak di Jawa Barat: Antara Idealisme dan Realitas

Sebarkan artikel ini
Mengungkap Paradoks Kota Layak Anak di Jawa Barat: Antara Idealisme dan Realitas

JURNALMEDIA.ID – Di tengah gempita pembangunan nasional, terdapat satu visi yang sering terlupakan namun krusial: menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Kota Layak Anak (KLA) bukan sekadar predikat, melainkan cerminan komitmen pemerintah daerah dalam menghadirkan masa depan yang lebih baik bagi generasi penerus bangsa. Namun, di balik gemerlap penghargaan dan seremonial, tersimpan kontradiksi yang mengusik: apakah semua daerah yang mendapat predikat KLA benar-benar layak bagi anak?

Jawa Barat, sebagai salah satu provinsi dengan jumlah daerah berpredikat KLA terbanyak, menawarkan perspektif unik dalam memahami paradoks ini. Dari Indramayu hingga Kota Cimahi, berbagai program telah diluncurkan untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang mendukung. Namun, pertanyaan kritis muncul: apakah inisiatif-inisiatif ini telah menyentuh substansi masalah yang dihadapi anak-anak di daerah tersebut?

Ina Agustiani, S.Pd, seorang praktisi pendidikan dan pegiat literasi, menyoroti pentingnya kehadiran negara dalam memenuhi kebutuhan dasar dan penunjang anak. Sementara itu, Siska Gerfianti dari DP3AKB Jabar dan Menteri PPPA RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menekankan pentingnya pembangunan yang berperspektif gender dan ramah anak sebagai langkah menuju Indonesia Emas 2045.

Namun, data menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Kasus kekerasan pada anak masih marak, dan beberapa daerah yang telah meraih predikat KLA justru tercoreng dengan kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak-anak. Ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah predikat KLA telah menjadi semacam formalitas tanpa substansi?

Baca juga:  Sambut Malam Lailatul Qodar 17 Ramadhan 1445 H, Ratusan Santri dan Warga di Pangandaran Pawai Obor 

Implementasi Syariat Islam dalam Mewujudkan Kota Layak Anak

Dalam diskursus pembangunan Kota Layak Anak (KLA), muncul sebuah perspektif yang mengaitkan kesejahteraan, keamanan, dan kenyamanan anak dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh. Perspektif ini menekankan bahwa kepemimpinan negara bukan hanya tanggung jawab duniawi, tetapi juga ukuran akhirat yang harus dipertanggungjawabkan.

Dalam konteks keluarga, pengasuhan anak di bawah bimbingan prinsip-prinsip Islam dianggap sebagai fondasi yang kuat untuk pertumbuhan fisik dan mental yang sehat. Pendidikan agama dan penguatan akidah menjadi prioritas, dengan harapan bahwa nilai-nilai ini akan membentuk individu yang bertanggung jawab dan berakhlak mulia.

Di tingkat negara, konsep ini memperluas tanggung jawab pemerintah untuk menciptakan sistem perlindungan yang komprehensif, yang mencakup pendidikan yang berorientasi pada pembentukan kepribadian Islam, serta sistem sosial dan ekonomi yang mendukung kesejahteraan keluarga. Sistem hukum yang berlandaskan syariat Islam juga dianggap sebagai mekanisme penting dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak.

dimensi baru dalam pemahaman kita tentang KLA, dengan mengusulkan bahwa penerapan nilai-nilai dan hukum Islam secara kaffah dapat menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang benar-benar ramah dan layak bagi anak. Ini bukan hanya tentang prestise, tetapi tentang menciptakan realitas di mana setiap anak dapat tumbuh tanpa masalah dan terlindungi dari segala bentuk eksploitasi.

Baca juga:  Peduli Terhadap Warga Binaan, Aipda Iwan Jenguk Warga yang Sedang Sakit

Refleksi ini mengajak kita untuk melihat lebih jauh dari sekadar label KLA, dan mempertimbangkan bagaimana prinsip-prinsip syariat Islam dapat diintegrasikan dalam upaya kolektif untuk menciptakan kota yang benar-benar layak bagi anak-anak kita. Dengan demikian, impian tentang kota yang ideal tidak hanya menjadi mimpi, tetapi menjadi kenyataan yang dapat dirasakan oleh setiap anak di Indonesia.

Menggali lebih dalam tentang standar yang seharusnya dipenuhi oleh sebuah kota agar layak disebut sebagai Kota Layak Anak. Dengan mengkritisi gap antara idealisme dan realitas, kita dihadapkan pada tantangan untuk tidak hanya mengejar gelar demi gengsi, tetapi juga memastikan bahwa setiap anak di Jawa Barat dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang benar-benar layak dan mendukung.

Kita harus mempertanyakan dan merefleksikan kembali apa arti sebenarnya dari sebuah Kota Layak Anak. Apakah hanya sebatas label ataukah benar-benar manifestasi dari hak-hak anak yang terpenuhi? Mari kita bersama-sama membangun masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak Indonesia dengan memastikan bahwa setiap predikat yang diberikan benar-benar mencerminkan realitas yang layak bagi mereka.