PANGANDARAN, JURNALMEDIA.ID – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri berhasil menangkap seorang perangkat desa di Pangandaran yang diduga terlibat dalam kasus jual beli video porno anak secara daring. Pelaku, yang diketahui berinisial OS, diduga mengelola 27 situs berisi konten pornografi sejak tahun 2015.
Kombes Dani Kustoni, Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, mengungkapkan bahwa kasus ini berhasil terungkap pada bulan Oktober 2024. Menurut Dani, OS mengelola situs-situs yang berisi konten pornografi, baik untuk anak-anak maupun dewasa, dengan modus mengumpulkan dan mengunggah konten tersebut secara mandiri ke situs-situs yang dikelolanya.
“Modus operandi tersangka yaitu mulai dari mencari konten video porno, membuat website, mengunggah, dan mengelola website secara mandiri,” ujar Dani dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Rabu 13 November 2024.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Mekarsari, Aan Andreas, membenarkan bahwa salah satu perangkat desanya telah ditangkap oleh pihak kepolisian sekitar tiga minggu yang lalu. Penangkapan tersebut, menurut Aan, diduga terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena pengelolaan situs berisi konten yang melanggar norma.
“Iya, tiga minggu yang lalu ada kabar penangkapan salah satu perangkat desa saya,” ujar Aan saat dihubungi oleh awak media Rabu 13 November 2024 malam.
Meski begitu, Aan tidak mengungkapkan detail kronologi penangkapan dan memilih untuk menjawab singkat, “Diduga melanggar UU ITE,” katanya.
Terkait dengan pasal yang menjerat terduga pelaku, Aan mengaku tidak mengetahui secara rinci.
“Hanya yang saya dengar, dia mengelola situs, kabarnya mengelola situs porno,” ungkapnya.
OS, perangkat desa yang ditangkap, diketahui memiliki peran penting dalam pengelolaan situs resmi desa. Menurut penjelasan Aan, OS bertugas dalam mengelola website desa yang menyajikan informasi seputar pelayanan dan program desa. “Di kami, dia mengelola web desa,” tambah Aan.
Penangkapan perangkat desa ini tentunya menjadi sorotan masyarakat, terutama dalam konteks tata kelola situs resmi pemerintah desa yang semestinya diawasi secara ketat. (**)