PANGANDARAN, JURNALMEDIA.ID – Maksudi, seorang pria berusia 65 tahun asal Dusun Legok, Desa Legokjawa, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, telah menggeluti kerajinan janur kuning sejak tahun 1970 dan tetap aktif hingga kini. Setiap perayaan tradisi, resepsi pernikahan, dan acara lainnya di daerahnya tidak lengkap tanpa sentuhan tangan kreatif Maksudi.
Janur kuning, yang terbuat dari daun kelapa muda, diolah oleh Maksudi menjadi hiasan yang menawan. Dalam setiap karya, ia menunjukkan keahliannya dalam membentuk pelepah daun kelapa menjadi janur yang indah dan artistik. Janur ini sering kali dipasang di titik-titik tertentu sebagai penanda lokasi acara, terutama pernikahan.
Perjalanan panjang Maksudi dalam dunia kerajinan janur membawanya pada berbagai pencapaian. Pada tahun 1982, ia berhasil meraih juara pertama dalam lomba kesenian antar kecamatan.
“Dulu, kami pernah ikut lomba kesenian antar Kecamatan, kami pun berhasil meraih juara satu,” kata Maksudi, Kamis 18 Juli 2024.
Pada tahun 1981, Maksudi mengikuti kursus penghiasan di Parigi, yang membekali dirinya dengan teknik-teknik baru dalam seni merangkai janur. Saat itu, Desa Legokjawa masih berada di bawah Distrik Cijulang dalam wilayah Kabupaten Ciamis, sebelum menjadi bagian dari Kecamatan Cimerak di Kabupaten Pangandaran.
Dari masa ke masa, permintaan terhadap janur kuning karya Maksudi tidak pernah surut. Warga yang akan melaksanakan pernikahan atau acara tasyakuran sering memesan janur kepadanya.
“Ya Alhamdulillah, sekarang kami sedang membuat kerajinan di acara tasyakuran,” tutur Maksudi.
Untuk membuat janur kuning, Maksudi membutuhkan berbagai peralatan seperti pelepah daun kelapa muda, pisau cutter, dan steples. Meski dulu tidak menggunakan steples, namun seiring waktu, penggunaan steples membantu mempercepat proses pembuatan.
“Dulu itu tidak memakai steples tapi pakai batang daun kelapa. Jadi terlihat alami, kalau sekarang mungkin sudah zamannya pakai steples dan proses semakin cepat,” jelasnya.
Uniknya, Maksudi tidak memasang harga tetap untuk karya-karyanya. Ia menerima pembayaran seikhlasnya dari pemesan, biasanya berkisar antara Rp150 ribu hingga Rp250 ribu.
“Ya, kami tidak pasang harga, karena kami bertujuan untuk mengembangkan karya saja, akan tetapi pemesan juga banyak yang memberi uang. Alhamdulillah berapapun itu kami terima,” ujarnya.
Ketelitian dan keahlian Maksudi dalam merangkai janur kuning telah membuatnya menjadi sosok yang dihormati dan dihargai di komunitasnya. Dengan dedikasi yang tidak pernah pudar, Maksudi terus melestarikan tradisi dan seni kerajinan janur kuning, menjadi inspirasi bagi generasi muda di Pangandaran dan sekitarnya. (Ntang)